Beranda | Artikel
Review Majalah Pm Edisi 29: sedekah Bikin Kaya?
Selasa, 1 April 2014

Kalau di edisi 28 tim redaksi Majalah Pengusaha Muslim (PM) menggelontorkan sebuah tema yang cukup kontroversial, yakni “Uang Kertas Haram?”, maka di edisi 29 pun tema yang disajikan juga tidak kalah kontroversial, yaitu “Sedekah agar kaya?“. Di edisi 29 ini, para kontributor Majalah PM mencoba untuk menelisik hal-hal yang sangat dekat dengan zakat, infaq, sedekah dan beberapa kajian kontemporer serta kontroversial yang masih terkait dengan ketiga tema tadi. 

Petualangan kita di Majalah PM edisi 29 ini akan dimulai dengan sebuah pemaparan tentang keutamaan zakat dari seorang ustad yang saat ini masih merantau di Riyadh, Arab Saudi untuk menyelesaikan studi S2 di bidang Polymer Engineering, yakni Ustad Muhammad Abduh Tuasikal. Dalam edisi Majalah PM ke-29 ini, sang ustad memaparkan 13 keutamaan zakat berdasarkan ilmu yang beliau dapatkan dari kitab Syarhul Mumthi’s ‘ala Zaadil Mustaqni’, 6: 7-11. Menyempurnakan keislaman, menjadi penyebab masuk surga, memadamkan kemarahan orang miskin adalah beberapa di antaranya. Selebihnya tentu bisa Anda baca sendiri. Bila Anda termasuk seorang penceramah atau pemateri kultum di masjid, pemaparan sederhana dari sang ustad di Majalah PM kali ini sepertinya sangat cocok untuk disajikan di masjid yang akan menjadi tempat dakwah Anda.

KONTROVERSI SEPUTAR ZAKAT

Di halaman 13, kita mulai diajak untuk masuk ke topik yang cukup kontroversial bersama Dr. Erwandi Tarmidzi, yakni terkait boleh tidaknya zakat profesi dibayarkan pada saat gajian. Kalau memang boleh mana dalilnya dan kalau tidak boleh dalil mana yang melarangnya. Melalui artikel sepanjang dua halaman ini, Dr. Erwandi mencoba menguraikan dua pandangan yang berbeda dalam pokok masalah ini untuk kemudian mengambil kesimpulan yang dianggap paling kuat diantaranya. Di akhir tulisan, ternyata Dr. Erwandi menyimpulkan bahwa zakat profesi sejatinya tidak dibayarkan pada saat gajian, tetapi setelah satu tahun dan mencapai nishob. Dengan demikian, pemerintah daerah yang mencoba untuk memotong langsung gaji para PNS-nya dengan alasan menunaikan zakat profesi berarti …….. 

Hehe, saya meminta Anda untuk mengisi titik-titik di atas, tapi kalau saya yang diminta untuk mengisinya, saya akan menuliskan kalimat berikut “Pemerintah daerah tadi mungkin punya pandangan yang berbeda dengan Dr. Erwandi Tarmidzi.”

Lanjut ke halaman 16, ada satu lagi tulisan dengan judul yang cukup kontroversial oleh Budhi W. Soekardjo dengan judul “STOP! Sedekah dengan Cara Kapitalis” Melalui artikel yang menghabiskan tiga halaman kertas ini, sang penulis yang juga bekerja sebagai editor buku ini meminta kita untuk hati-hati dengan pihak-pihak yang mencoba untuk mengganti istilah-istilah islami terkait zakat, infaq, sodaqoh, atau waqaf dengan sesuatu yang berbau-bau western seperti CSR, philantrophy, atau charity. Tidak hanya itu, sang penulis juga menyoroti masalah antrean zakat/sedekah yang dilakukan oleh beberapa orang kaya di Indonesia yang justru menyebabkan tragedi meninggalnya beberapa orang dari kaum dhuafa yang turut serta dalam kegiatan tersebut. Sebuah tragedi, yang menurut penulisnya justru sangat bertentangan dengan semangat muamalah yang terkandung dalam zakat/sedekah itu sendiri. 

Setelah tiga penulis di atas, giliran Ustad Muhammad Arifin Badri yang unjuk kemampuan melalui tulisannya yang berjudul “Mengenal Zakat, Sedekah, Infak, Hibah, Hadiah”. Sebagai salah satu penikmat kajian islam, baik itu di masjid maupun di kampus, saya tahu bahwa apa yang ditulis oleh Doktor lulusan Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah untuk edisi kali ini merupakan sesuatu yang sangat penting. Di luar sana, seringkali orang selalu bertanya atau bahkan berdebat terkait perbedaan antara kelima istilah tersebut. Terutama beda antara zakat, infak, dan sedekah. Bagi Anda yang termasuk ke dalam golongan muslim yang bingung dengan perbedaan istilah-istilah di atas bisa langsung melahap habis artikel yang memakan empat halaman majalah ini. Saran dari saya, bacalah lebih dari satu kali supaya lebih mengena di hati dan pikiran Anda. 

Apakah itu saja kandungan Majalah PM edisi 29? Tidak, masih banyak yang bagus dan tidak kalah menariknya. Beberapa di antaranya ada yang kontroversial seperti dalam pembahasan yang disajikan oleh Dr. Muhammad Arifin Badri terkait boleh tidaknya kita bersedekah dengan niat agar kaya. Selain itu, saya juga merekomendasikan Anda untuk memahami apa yang ditulis oleh Muhammad Yassir, Lc. terkait cara menghitung zakat mal dan perdagangan di halaman 36 Majalah yang dibanderol seharga 25 ribu rupiah ini. Jujur saja, ilmu dan manfaat yang kita dapatkan dari Majalah PM sepertinya jauh melebihi banderolnya. Insyaallah. Semoga bermanfaat.

Beli Majalah PM edisi 29


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3087-review-majalah-pm-1638.html